Hakikat Tabaruk

     Tabaruk secara etimologis yaitu mencari barakah. Sedangkan barakah artinya bertambah bahagia (Majdi, 2008: 52). Jika dikatakan engkau diberkahi atas sesuatu, maka maksudnya engkau ditambahkan kebahagiaan kepadamu. Akan tetapi kebahagiaan tidak akan terwujud  tanpa  usaha dan doa. Karena kebahagiaan didapat  melalui  usaha dan doa tersebut.
          Barakah secara istilah adalah tetapnya kebaikan dari Allah kepada sesuatu (al-Asfahani, 2013: 134). Pengertian tersebut mengandung makna bahwa Allah menurunkan  rahmah kepada seseorang, tempat, mahluk, dan benda yang dikehendaki. Seseorang yang selalu dilimpahkan rahmat oleh Allah adalah  nabi-nabi dan wali-wali-wali-Nya. Tempat yang selalu dianugrahkan rahmat yaitu Makkah dan Madinah. Mahluk yang diberi karunia oleh Allah yaitu mahluk yang pernah bertemu dengan  nabi-nabi dan  wali-walinya.
          Ibnu Katsir menjelaskan bahwa mubarakan berarti manfaat, Allah menurunkan dari langit air yang berkah, memberi manfaat dalam menumbuhkan kebun-kebun dan biji-bijian yang dituai (Imad al-Din: 1981: 372). Pandangan tersebut memiliki pemahaman bahwa setiap yang Allah turunkan dan tetapkan pada setiap mahluknya pasti memiliki manfaat. Maka itu pemanfaatan terhadap alam sekitar dengan baik oleh manusia itu bisa menjadi tanda syukur terhadap-Nya. Hal ini bersesuaian dengan firman Allah Ta’ala:
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاء مَاء مُّبَارَكًا فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ
   “Dan dari langit kami turunkan air yang memberi berkah lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat di panen. (QS Qaf/ 50: 9).
            Al-Lusi menafsirkan kata mubarak dengan manfaat yang melimpah, karena ia mencakup manfaat dunia dan akhirat serta mencakup pengetahuan orang-orang terdahulu dan terkini (Mahmud al-Alusi, 221). Al-Syanqiti menerangkan bahwa kata mubarak berarti berkah yang banyak dan kebaikan yang melimpah, karena di dalamnya terdapat kebaikan di dunia dan akhirat (al-Amin, 2003:587)
            Perpektif berkah dari kedua ulama tersebut bisa ditafsirkan bahwa Tuhan menciptakan dunia dan segala isinya agar bisa dimanfaatkan. Pemanfaatan itu harus diperlukan orang-orang yang ahli pada bidangnya sehingga penyalahgunaan manfaat tidak dilakukan. Sedangkan Tuhan juga menciptakan akhirat dengan surga dan neraka agar manusia berfikir bahwa ada kehidupan abadi setelah kehidupan di dunia. Maka itu manusia mencari tabaruk kepada ulama agar mendapat surga-Nya.
            Barakah menurut Yusuf Khatir  yaitu  rahasia ilahi dan berlimpah karunia Allah di dalam rahasia, dan amal-amal kebaikan yang dinisbatkan kepada-Nya melalui pergaulan yang baik. Barakah dengan hal tersebut seperti buah dari buah perbuatan yang baik. Perbuatan yang meraih Allah dengan harapan-harapan (raja’). Perbuatan yang menjauhi kejelekan, dan membuka penghalang kebaikan dengan harapan-harapan tersebut dari keutaman perbuatan yang baik tersebut (Khatir, 1999: 153).
            Tabaruk menurut Muhammad al-Maliki (w.1425 H)  ialah mencari kebaikan dari nabi Muhammad saw, peninggalan-peninggalannya, keturunannya, dan pewarisnya dari golongan ulama-ulama dan wali-wali yang Allah ridho atas mereka (al-Maliki, 1993: 156). Terminologi ini mengisyaratkan bahwa mencari barakah melalui pembacaan  riwayat nabi Muhammad  dan para wali-wali Allah, kunjungan ke makam nabi Muhammad dan para wali-wali Allah, mengikuti ajaran yang disampaikan nabi Muhammad, serta dekat dengan ulama-ulama salaf al-Shalih.
            Adapun term barakah menurut Julies Rais yaitu adalah sebuah karunia Tuhan yang diturunkan kepada manusia, alam, atau  benda, keuntungan materi atau spiritual yang dihasilkan dari keinginan Tuhan (Julian Ries, 1959: 247). Pandangan ini menegaskan bahwa anugrah Tuhan ada pada setiap yang diciptakannya di bumi. Anugrah Tuhan turun kepada manusia yang senantiasa mengingat-Nya di setiap waktu dan ruang. Karunia-Nya ada pada alam dan dalam segala bentuk materi terlihat dari kualitas supranaturalnya. Kualitas tersebut berupa  pemanfaatan alam dan materi yang menambah keimanan pada diri manusia.
            Melalui pengertian-pengertian barakah di atas menunjukkan bahwa sumber keberkahan dan kebajikan adalah Allah Swt. Karena Allah-lah yang menentukan semua jenis kebaikan dan keberkahan pada semua mahluknya. Hal tersebut bersesuaian dengan Firman-Nya:
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكِ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرُُ {26}
        Katakanlah (Muhammad):"Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(Ali Imran/ 3: 26)       Yusuf Khatir berkata, “Tidaklah seseorang bertabaruk kecuali dengan mencari perantara untuk terhubung dengan Allah swt. Oleh karena itu orang yang dicari keberkahannya melalui peninggalannya, tempat hidupnya, dan biografinya (Khatir, 1999: 154).” Maka tidak heran bahwasannya pembacaaan riwayat-riwayat nabi Muhammad sebagai bentuk mencari keberkahan melalui  perjalanan nabi.  Karena  pada riwayat nabi Muhammad  mengungkap kehidupannya dengan mentauladani perbuatan-perbuatan dan sifat-sifatnya.
            Adapun Al-Junaid mengungkapkan baik ulama terdahulu dan sekarang dari umat Islam masih bertabaruk dengan ulama-ulama shalih dan ulama-ulama pembimbing spiritual (wali-wali) dengan harapan memperoleh kebahagiaan mereka yang dicapai melalui ketakwaan mereka.[1] Biasanya para ulama-ulama tersebut bertabaruk dengan belajar kepadan ulama sebelumnya. Sehingga dikenal sistem sanad keguruan  sebagaimana ungkapan nabi Muhammad bahwa ulama-ulama itu pewaris para nabi-nabi. Seperti jalur Syaikh Sari’ al-Saqhathi yang bertabaruk dengan Syaikh Ma’ruf al-Kharki yang bersambung pada Syaikh Dawud al-Tha’i, Syakh Habib al-Ajami, Abu Bakr Muhammad bin Sirin, Syaikh Anas bin Malik, dan akhir sanadnya berujung pada Rasulullah Saw.
            Sarana mencari berkah ada  tujuh macam diantaranya mencari berkah melalui pribadi-pribadi tertentu, mencari berkah melalui tempat-tempat tertentu, mencari berkah melalui benda-benda tertentu, mencari berkah melalui makanan dan minuman, mencari berkah melalui waktu-waktu tertentu, mencari berkah melalui Al-Qur’an, mencari berkah mencari amalan tertentu (Novel, 2008: 19-20)



[1] Aljounaid. Ma /article.aspx?c=5707 mengunduh pada 9 Maret 2015 pada pukul 6:00 Wib



Posting Komentar

0 Komentar