Puasa dilihat dari segi aspek sosial dan kesehatan oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)




            Ramadhan merupakan penghulu dua belas bulan dari bulan qamariah. Disebabkan bulan tersebut mulia karena terdapat puasa yang diwajibkan oleh Allah. Sebagaimana firman Allah yang masyhur :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Melalui ayat tersebut ada pembelajaran tersendiri bahwa melakukan ibadah puasa merupakan satu kewajiban. Adanya emanasi kewajiban dari ibadah tersebut pasti ada hikmah di balik itu semua.
            Sebelum tersingkap hikmah melalui analisis tentang puasa maka kita harus meniti melalui makna puasa itu sendiri. Di dalam ensklopedia Indonesia disebutkan bahwa puasa adalah memudahkan bertobat serta merasa peka terhadap nilai-nilai rohani dan menyisihkan seseuatu untuk memberi derma. Adapun Usman bin Hasan bin Ahmad As-Syakir berkata الإمساك عن المفطرات الثلاث بياض النهار فإنها ما تشهيه الأنفس (لعلكم تتقون) المعاصى، فإن الصوم يكسر الشهوة التي هي مبدؤها.
Artinya : puasa itu adalah menahan nafsu dari aspek yang tiga, menahan  hawa nafsu pada siang hari, lalu aspek yang lain memenahan yang berhubungan dengan syahwat atau maksiat, lalu puasa yaitu menekan hawa nafsu yang dia itu yang menjadi dasar. Melalui prespektif diatas maka kita bisa ambil makna bahwa puasa merupakan aktivitas manusia menahan hawa nafsu dalam rangka memperbaiki jiwa ruhani yang mungkin terkontaminasi oleh prilaku negative, sehingga dapat tercipta prilaku positif yang bisa diwujudkan melalui amal shalih.
            Kadang dibenak kita timbul pertanyaan bagaimana cara menahan nafsu yang dimaksudkan dari arti etimologis puasa. Imam Ghazali mengungkapkan bahwa cara menahan hawa nafsu pada bulan puasa yaitu bahwa engkau menjaga pandangan dari penglihatan, menjaga lisan dari pembicaraan yang dilarang oleh kamu, dan menjaga telinga dari apa yang diharamkan untuk di dengar. Melalui uraian singkat sang mujtahid maka kita bisa mengetahui bahwa hawa nafsu itu bisa timbul dari penglihatan, pembicaraan, dan pendengaran. Oleh karena itu kita musti menjaganya selama ramadhan dan sesudahnya.
            Di sisi lain puasa juga sebagai bulan pembelajaran bagi umat muslim dimana merasakan penderitaan para fakir yang mungkin setiap hari berpuasa karena tidak ditemmui baginya sesuap nasi di rumahnya. Yang menjadi pertanyaan apakan berpuasa bisa menyakitkan diri seseorang. Justru tidak, Nabi Muhammad bersabda berpuasalah kalian niscaya akan menyehatkan diri kalian. Sungguh ini menjadi hikmah lain dari puasa bahwa dengannya diri kita akan menjadi sehat. Ungkapan manis juga dilontarkan oleh Said bin Salim An-Nabhan bahwa perut itu rumah penyakit dan diet itu adalah sumber obat. Melalui perkataannya bisa disimpulkan bahwa puasa itu bisa diidentikan dengan diet yang dianjurkan Allah dan Rasulnya. Wawlahu A’lam Bissawab



Posting Komentar

0 Komentar