Bang Sadeli, si tuna netra yang gigih


Tuna netra, bukan menjadi penghalang Bang Sadeli untuk beraktifitas seperti orang biasa. Dia orang betawi asli yang pantang menyerah dalam menjalani kehidupan di ibukota Jakarta. Bahkan dalam mengais rezeki ia rela untuk belajar mengurut di salah satu tempat kursus urut. Begitu ia bisa melakoni profesi sebagai tukang urut, maka ia berjalan selepas shalat Isya ke rumah-rumah untuk menawarkan jasa urutnya. Dia tidak menarifkan jasanya, yang penting keikhlasan dan kesembuhan si orang yang diurutnya. Biasanya, ia lewat dengan bunyi khas suara krincingan di daerah Tebet.

Periang dan gembira itulah ciri-ciri orangnya. Pandai memantun, mengaji, dan berkomedi. hampir di setiap pertemuan aku dengannya tidak ada raut kusut dan lusuh terpancar dari wajahnya. Kadang aku mampir ke rumahnya untuk diurut dan sekedar mendengar banyolannya. Mak nyuss banyolannya, hingga gelak tawanya bisa membuat perut kita terkococok ria. Paling aku suka dari dirinya yaitu ketika dia mendendangkan lagu "Bila Izrail datang memanggil". Aku langsung berdzikir, karena lagunya yang menyedihkan apabila seseorang yang sudah mendekat sakaratul maut.

Mandiri, salah satu karakter pada dirinya. Hal itu terlihat ketika aku datang menyambangi rumahnya, dia akan memasak telur balado. Padahal ia hidup sebatang kara, tetapi perjuangannya patut diacungkan jempol oleh kita. Ia pun pernah bercerita bahwa dirinya tidak takut pada seseuatu kecuali Allahlah yang ditakutinya. Karena Allah yang menghidupkan dan mematikan kita. Petualangan diapun tidak cukup menawarkan jasa urut saja, diapun pernah mencari CD Gambus sampai pasar tanah abang dengan keberanian dirinya. Aku sempat menanyakan kepadanya "Kok Abang berani si ke Tanah Abang sendirian ?", tanya ku. "Masih ada Allah bib cup ( nama aku dipanggil olehnya)", jawabnya simpel. Cerita pun berlanjut, ia pernah mengurut habaib dan para azatiz. Kenangnya ketika ia mengurut Alm. Habib Muhammad bin Ali Al-Habsyi. "Aye mengurtut habib Muhammad pelan-pelan bib cup", katanya. "Mang knape bang kok pelan-pelan ngurutnye?" timpal ku. "Kalo ngurut orang alim musti pelan-pelan, ntar nabi bisa marah ma aye", tandasnya. Akupun tertawa geli.

Itulah sekelumit cerita Bang sadeli yang kita bisa petik pelajaran. Bahwa selama kita mampu apa yang kita kerjakan maka kita kerjakan. Jangan kita terlalu bergantung pada hidup seseorang. Hidup adalah perjuangan, tanpa perjuangan sesorang tidak menemui kesuksesan. 



Posting Komentar

2 Komentar

Daniel Johnson mengatakan…
kebanyakan dari diri kita takut mencoba hal-hal baru padahal kita mampu (panca indera masih sempurna). sikap istiqomah dan qonaah yang perlu ditiru :)
Siti Nawira mengatakan…
memang keikhlasan paling penting sedunia, seberapa kaya or nyaris sempurnanya kita ga akan mampu memberi kepuasan. ayok chup share donks ilmu ttg sincerity biar kita bisa blajar lbh banyak