Filosofi Maulid Nabi Muhammad

Begitu marak maulid dari 12 Rabiul Awal hingga sekarang. Bentuk pujian kepada kangjang nabi Muhammad terus ditabuhkan untuk sang pemberi penerang jiwa umat. Bila ditelisik kata maulid merupakan isim zaman yang berarti hari lahir seorang manusia. Tapi peringatan maulid yang kita jalani adalah peringatan hari seorang dimana Manusia penghulu alam yaitu Mujtaba (nama lain nabi Muhammad - lihat kitab assyifa). Namun disini kita bertanya merayakan maulid nabi apakah kita masuk perkara bid'ah yang sedang trend diperdebatkan oleh pemuda yang mengaku dirinya as-sunnah. Begini saudara tanpa melihat perkara bid'ah, kadangkala seorang manusia memperingati hari lahirnya dengan menghabiskan puluhan juta rupiah hingga miliaran demi nama besarnya. Apakah kegiatan itu bid'ah ? Sedangkan perayaan maulid yang kita laksanakan untuk memperingati hari lahir nabi Muhammad, dimana beliau mengingat umatnya hingga ajal tiba dengan kata-kata umati umati. Subhanawlah, Saudara semuslim diri kita masih diingat oleh manusia agung seperti beliau. 

Perlu diketahui filosofi maulid itu muncul karena maulid sebagai media penyatu umat untuk menolak kebathilan. Seperti sejarah yang masyhur, dimana seorang Syekh Jalaludin Al-Ayubi membuat satu sayembara (berupa lomba) kepada rakyatnya sewaktu perang salib. Isi sayembara tersebut  ialah saran beliau untuk membuat pujian kepada nabi Muhammad melalui syair-syair sebagai penyemangat dan penyatu rakyat muslim untuk keluar dari tekanan nasrani. Ketika itu terpilihlah Syekh Ja'far Al-Barjanzi sebagai pemenang lomba sayebara tersebut dari sekian banyak penulis mad'ah (pujian-pujian) kepada nabi Muhammad. Tulisan tangan beliau yang apik dan estetis bernama Barzanzi. Lalu berkumpulah rakyat dari mana penjuru untuk mendengarkan Barzanji tersebut dengan dinamakan acara maulid. Selepas mendengar maulid tersebut rakyat muslim kembeli mempunyai semangat yang membara untuk keluar dari tekanan musuh. Sehingga kemenangan diraih oleh umat muslim.



Posting Komentar

2 Komentar

muhammad mengatakan…
sudah susah bib apa lg hati mereka (pemuda yg mengaku al-sunnah) sudah dipenuhi dengan kebencian, padahal bukti nyata sudah ada. mereka para mujahidin kembali bersatu dan berkobar semangatnya setelah memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW.
Siti Nawira mengatakan…
Sepakatt,

Maulid Nabi memang bukan ritual, bukan bentuk ibadah seperti umrah atau apapun (meski di dalamnya penuh kegiatan ibadah).
Tapi menurut gw lebih
bagus lagi bila acara maulid dibuat lebih sincere, bukan cuma jadi tradisi aja, pembacaan maulid kalau bisa di Indonesiakan(bahasa), entah ke dalam sajak, syair or bacaan drama, cerita dkk, jadi bisa meresap bagaimana perjuangannya dahulu kala.

As we all know bikin maulid lumayan costfull kan, kalo hasilnya gak maksimal utk jadi moment pemicu iman, taqwa n persaudaraan, apa ga sayang tu tenaga dan materi yg dikerahkan, terlebih lg di sisi lain masih banyak saudara yg perlu dibantu.
Klo acara maulid bisa dikreatifkan tentu lebih bagus, spt digabung dng baksos, dikonsepkan seperti renungan, dsbnya dee...

-just my thought-