Problematika pernikahan oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si (Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ)





Banyaknya kebutuhan manusia di dalam menjalani kehidupan dunia mempengaruhi padatnya aktivitas untuk menggapainya. Kebutuhan primer diantaranya sandang, pangan, dan papan merupakan kebutuhan pokok yang harus terpenuhi. Usaha mereka dalam meraih kebutuhan tersebut kadangkala sampai meninggalkan kebutuhan rohaninya sebagai bekal di hari kelak. Kasus yang sering terjadi adalah mereka menganggap kebutuhan di dunia lebih penting daripada kebutuhan ukhrawi.

Pergaulan merupakan cara manusia menghilangkan jenuhnya dari urusan dunia. Tapi perlu anda ingat pergaulan yang seperti apa yang dapat meningkatkan kualitas diri manusia. Disini harus kita perhatikan karena bisa saja pergaulan mengarahkan manusia tersebut bersikap positif atau berprilaku seperti hewan. Maka itu kita harus pandai memilih pergaulan tersebut dengan pikiran yang jernih.

Allah menciptakan manusia dari jenis laki-laki dan wanita untuk mereka saling mengenal. Melalui perkenalan tersebut biasanya mereka selingi kata “cinta” untuk menjejaki secara serius. Kemudian mereka menikah sebagai lambing cinta kasih mereka dalam mengarungi tanggung jawab rasa cinta keduanya.

Problematika dalam hidup setelah nikah selalu datang maka itu pada artikel ini saya sebagai penulis akan membahasnya untuk dipahami para pengantin baru. Karena problematika dalam rumah tangga harus diselesaikan secara bijak dan sesuai dengan syariat agama.

            Sebelum kita menelaah jauh masalah problematika kita akan mencari makna nikah dari berbagai sumber :

1.      Menurut Kamus Munjid : Nikah di ambil dari kata "zawaja” artinya Akad yang dilaksanakan laki-laki kepada perempuan.[1]
2.      Menurut Tihami Nikah disamakan artinya dengan nikah artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.[2]
3.      Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia : Kawin : Melakukan Pernikahan, pertalian antara laki-laki dan perempuan dalam nikah.[3]
Setelah kitah mengetahui arti tentang nikah baik secara leksikal dan pendapat diatas maka kita dapat prespektifkan bahwa nikah adalah suatu akad yang dilaksanakan seseorang laki-laki terhadap wanita atas buah cintanya untuk dapat melakukan tanggung jawabnya dalam membangun rumah tangga mereka.

            Seringkali kita lihat banyak hubungan pernikahan yang jatuh kepada cerai hal ini yang harus diketahui oleh pasangan bahwa dalam pernikahan bukan hanya membutugkan hubungan intim tetepi juga hubungan harmonis dengan di dukung sikap religuitas di dalam rumah tangga. Di dalam kitab Baina yadaik Jilid 3 disebutkan bahwa kadangka di dalam keluarga, banyak dari pasangan laki-laki  dan wanita lupa bahwa mereka telah menjadi ibu dan bapak dan disini mereka harus menyelesaikan segala sesuatu dengan bijak, proporsional, secara harmonis.[4] Dalam kita menyikapi masalah tersebut maka kita jangan mementingkan ego masing- masing dan harus menyelesaikannya masalah tersebut di mana masalah itu muncul.

Selain itu nikah juga akan berujung pada aib bagi diri pasangan apabila melakukan hubungan tidak disertai bacaan-bacaan seperti sitematika berhubungan intim yang diajarkan oleh Rasulullah :

  1. Ketika hendak masuk ke kamar tidur dengan mengucapkan Shalawat Nabi Muhammad
  2. Setelah itu shalat sunnah 2 rakaat dan pada umumnya malam jumat setelah shalat qiyamul lail dan shalat hajat.
  3. Doa ketika membuka celana : Bismilahillazi la ila ha ila huwa
  4. Lalu berhubungan intim dengan memakai penutup agar syaitan tidak masuk di dalamnya
  5. Doa ketika memasukkan zakar ke dalam farji : Allahuma janibna minna syaitan wa janibbis syaitan ma razaktana
  6. Dan doa setelah berhubungan : alhamdulillahillazi khalaqassamawati wal ardh

Amirul Mu’minin Ali berkata : Rasulullah SAW memakruhkan (hubungan seks) pada malam di mana seseorang beerniat untuk melakukan perjalanan dan mengatakan bahwa apabila ia diberkati dengan seorang, ia akan bermata juling.[5] Khalaf bin Ahmada meriwayatkan dari Muhammad bin Marwan Az-Za’farani sampai Abu Abdillah Ash-shadiq dimana ia berkata padanya : Hati hatilah melakukan hubungan seks dengan istrimu ketika seorang anak mengawasinya. Rasulullah Saw sangat membencinya.[6] Lalu apabila suami berhubungan istri jangan melalui anus karena menyerupai kaum sodom sebagaimana dalam At-tirmidzi diriwayatkan dari Ibnu abbas secara marfu : Allah tidak akan memandang seseorang laki-laki yang menyetubuhi sesama lelaki atau menyetubuhi wanita melalui anusnya. Untuk itu bagi para calon pengantin laki-laki dan wanita harus memahami problamatika  sebelum hidup berumah tangga.

Selain itu para suami dan istri harus menutupi kekurangan satu sama lain untuk terciptanya pernikahan yang penih cinta, mawadah dan warahmah. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad : Kalian menerima istri berdasarkan amanah Allah. Dalam hal ini komunikasi Two-ways harus berjalan baik agar percekcokan tidak terjadi. Maka agamalah yang menjadi media rekonsiliasi agar keharmonisan rumah tangga bisa terlaksana.





[1] Malof, Louis. Al-Munjid fil lugoh wai’lam. (Lebanon: Dar-el Marchreq :1986), h.310
[2] Tihami. Fikih Munakahat. (Jakarta: Rajawali Press : 2008), h.7
[3] Sudaryanto. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Jakarta : JP: 1988), h.310
[4] Abdurahman. Baina Yadaik Jilid 3 (Saudi Arabia : Masru’ al arabiya liljami’: 2004), h. 259
[5] Mahdi, Muhammad. Doa & penyembuhmenurut ajaran Rasulullah (Jakarta: LA Press: 2010), h.312
[6] Mahdi, Muhammad. Ibid, h.313



Posting Komentar

0 Komentar