ZIARAH KUBUR


BAB I

PENDAHULUAN


I. Latar Belakang


            Ziarah kubur merupakan salah satu kegiatan spiritualitas antara manusia dengan manusia yang telah wafat. Kenapa demikian ? Karena hubungan manusia yang telah wafat tidak putus begitu saja karena mereka membutuhkan kita yang masih hidup untuk mendoakan agar tidak mendapat siksa kubur. Yang menjadi pertanyaan apakah pahala doa tersebut sampai ke pada ahli kubur tersebut. Hal ini yang selalu menjadi perdebatan terhadap kaum wahabiyah yang menyatakan dengan congkaknya bahwa pahala doa yang disampaikan oleh manusia yang masih hidup terhadap manusia yang telah wafat tidak berlaku atau tidak tersampaikan. Oleh karena itu pemakalah akan mengkaji secarasingkat dan lugas.
           
            Alasan saya mengkaji hal ini karena Rasulullah pernah mendoakan seseorang yang terkena azab kubur lalu rasul menancapkan pelepah kurma lalu azab kubur tersebut berhenti dengan tenang.

BAB II

KAJIAN TEORITIS


II. Hakikat Ziarah

Sebelum pemakalah menganalisis terminology ini secara lugas ada baiknya kita melihat terlebih dahulu makna ziarah melalui makna leksikal. Kata bentukan ziarah diambil dari kata zaara- yazuru- ziaratan yang menurut Hans Wehr : to visit, to call, pay a visit.[1] Adapun ziarah menurut kamus Mu’jamul Wasith : Mendatangi seseorang ke rumahnya untuk mendoakannya.[2] Dari pengertian terminology yang diartikan oleh para leksikolog maka pemakalah akan mengambil satu pemikiran bahwasaannya ziarah merupakan masdar dari fiil Zaara yang di dalam bahasa Inggris disebut gerund dengan artian lebih spesifik lagi yaitu mendatangi seseorang dengan niatan untuk memberikan kabar gembira untuk orang yang dikunjungi. Maka dari itu ziarah kubur bisa dihukumkan sunnah muakkadah apabila dilaksakan oleh orang-orang yang menunaikannya. Hal itu ditanggapi oleh Alferd North Whitehead(failasuf barat)  : Sejauh menyangkut agama, pembedaan antara “Kesadaran-dunia” (world-consciousness) dan “Kesadaran Sosial” (social-consciousness) adalah perubahan aksentuasi dalam konsep “apa yang baik”. Kesadaran sosial berhubungan dengan orang-orang yang kita kenaldan kita cintai secara individual.[3] Melalui konfigurasi makna diatas maka ziarah kubur merupakan hal yang diperkenalkan pada dunia islam agar kecintaan kita kepada orang yang telah wafat tidak pudar dan menjadi erat dengan doa yang kita sampaikan.


II. Ziarah Kubur menurut ulama salaf  dan Yahudi

           
Disini perlu kita refleksikan ziarah dalam kehidupan religi untuk mendapatkan cara pikiran yang positif agar tidak menyimpang dari semestinya. Perlu diketahui di daerah galilea, pada musim panas kaum Yahudi menghadiri perayaan nabi Syuaib di dekat safad; dan  sebaliknya masyarakat jaffa berziarah ke makam Nabi Rubin.[4] Seorang laki-laki bertanya pada Rasulullah seraya berkata : ”Wahai rasulullah sesungguhnya ibuku telah wafat, apakah jika aku bersedekah atas namanya akan bermanfaat baginya ?” Beliau Bersabda ” Ya”.[5] Kita lihat perbedaan antara yahudi dengan Islam Yahudi juga melakukan ziarah kubur akan tetapi umat mereka melakukan sekedar untuk merayakannya, menyanyjung dan melakukan ritual semata. Sedangkan umat islam melakukan ziarah dalam rangka transformasi doa kepada orang yang telah wafat dan menjadikan kegiatan rohaniah untuk menyambung silaturahim kepada orang yang telah tiada dari permukaan bumi tersebut.

Syekh Abu Zaid Al-Asi telah mengutip di dalam ”bab haji untuk orang lain” mengenai jawabannya yang nashnya adalah :

”Seorang myayit itu mendapat manfaat dengan bacaan Al-Quran. Dan benar sedang khilaf(perbedaan pendapat) mengenai ini cukup terkenal, dan imbalan ini mungkin terjadi.”[6]





[1] Wehr, Hans. A Dictionary of Modern Written Arabic (Lebanon: Maktabah Lubnan : 1987), h. 386
[2] Madkur, Ibrahim. Mu’jamul Wasith (Egypt : Maktabah shoruk : 2008), h. 422
[3] North, Alferd. Mencari Tuhan sepanjang zaman ( Jakarta: Mizan: 2009), h. 26
[4] Loir, chambert. Le culte des saints dans le monde musulman (Prancis: Ecole Francaise: 2009), h. 73
[5] Al-Maliki, Muhammad. Tahqiqul Amal fima yanfau’l mayit minal a’mal. (Jakarta : Mutiara Alam, 2008), h.48
[6] Al-Maliki, Muhammad. Loc.cit, h.41



Posting Komentar

3 Komentar

Unknown mengatakan…
good article with a trusted source
semoga bisa menjadi jawaban dari perdebatan mengenai ziarah kubur
Unknown mengatakan…
good article with a trusted sources
semoga bisa menjadi jawaban dari perdebatan mengenai ziarah kubur
JustMe mengatakan…
syukron ya mona